Kamis, 24 Desember 2015

Tantangan Wisata untuk Menpar

Akhir tahun 2015 ini menjadi momen liburan panjang bagi sebagian orang, bahkan hampir sebagian besar pemukim yang berdomisili di Jakarta. Momen libur panjang ini dimanfaatkan untuk berlibur dengan destinasi wisata rata-rata menuju Bogor dan Bandung. Libur panjang akhir tahun yang berbarengan dengan libur sekolah semester ganjil ini menjadi momen kebersamaan yang pas. Ditambah lagi dengan libur Maulid Nabi dan Natal.

Tantangan wisata untuk Menpar adalah bahwa Indonesia Harus Punya Show Jalanan Sebagai Menu Wisata Akhir Tahun. Kenapa? Karena bagi para wisatawan, baik wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara, perlu mengefektifkan waktu agar liburan tidak hanya dihabiskan di jalan saja.

Tung Desem Waringin, sang motivator menekankan pada 'Show Jalanan' sebagai acara akhir tahunan yang khas dan rutin melibatkan banyak massa di tiap Kota di Indonesia..

Ketua umum Asita, Asnawi Bahar berpendapat bahwa "Bebas Visa" akan menjadi salah satu pelayanan yang memberi kemudahan bagi wisatawan disamping faktor-faktor lainnya.

Berkenaan dengan alam, motivator Ary Ginanjar mengatakan "Sekarang bahkan ummat Islam bisa menikmatinya dengan rasa tentram ketika berlibur karena sekarang sudah tersedia berbagai fasililtas Halal Holiday yg terjamin.”
“Inilah pariwisata yg  bisa membawa berkah yg sudah lama dinanti- nantikan, baik penyelengggara dan wisatawannya juga, saya memuji progres dari pemerintah untuk hal ini," paparnya lagi.
"Nikmatilah ciptaan Allah SWT yangg maha indah ini dan kenali aneka ragam budayanya. Tapi ingatlah, niatkan perjalanan pesona wisata ini karena Perintah Allah, niscaya keberkahan akan kita dapat.” lanjutnya

Berkenaan dengan kemacetan yang terjadi pada libur akhir tahun ini, membuat para wisatawan perlu mempertimbangkan kembali rencana akhir tahun yang sudah dipersiapkan mungkin dari jauh-jauh hari. Mengingat libur akhir tahun yang berbarengan dengan long weekend yang berjuta-juta orang ingin menikmatinya dengan berlibur ke destinasi-destinasi wisata yang membuat refress dari kepenatan kerja atau banyaknya tugas.

Mengenai kemacetan ini, salah satu teman media sosial saya berbagi cerita mengenai perjalanannya ketika mengalami kemacetan di tol Cikampek.

“Butuh seduhan kopi untuk melihat lengangnya tol Cikampek” tuturnya.

Membaca tuturan salah satu teman medsos tersebut membuat saya tergelitik untuk tahu seberapa membosankannya terjebak di antara kemacetan liburan yang ‘seharusnya’ menyenangkan itu.

“Bagaimana mau ke rest area, lha wong di dalem mobil-mobil sudah numpuk, yang di sini mobil ndak bisa gerak” keluhnya.

Dengan mendengar cerita tersebut, saya dan beberapa teman yang berencana untuk berakhir pekan minggu ini harus berfikir dua kali untuk mengambil destinasi liburan yang melewati jalan Bogor atau Bandung. Faktanya, para wisatawan justeru malah menghabiskan waktu liburannya di jalan, bukan di tempat wisata yang menjadi tujuan asyik mereka.

Semoga liburan akhir tahun depan sudah menemukan solusi untuk perjalanan yang lebih efektif.

Johnnie Sugiarto, Founder El John Pegeant yang memiliki tagline “Bringing Indonesian Culture to the World” ini sangat bangga dengan program pengenalan Indonesia dengan jargon Wonderful dan Pesona Indonesia.

Johnnie Sugiarto menggandeng KOPI untuk bersinergi mengabadikan wisata-wisata Indonesia memalui tulisan.

"Saya sambut 2016 dengan membangun promosi Pariwisata digital untuk Indonesia thats why semua puteri Pariwisata harus bisa menulis dan punya blog sehingga dari tulisan tersebut orang akan ramai berkunjung ke Indonesia," paparnya lugas diaminkan oleh Zahra, Febri dan Nadira sebagai alumnus Puteri Pariwisata.

Selamat Berlibur.......! Salam Pesona Indonesia !

Salam KOPI
ielzha isnawati


Rabu, 23 Desember 2015

Tonton TALAK 3 Sebelum (di) TALAK 3


Judul               : TALAK 3
Produser          : Hanung Brahmantyo, Karan Mahtani
Sutradara         : Hanung Brahmantyo, Ismail Basbeth
Pemain            : Vino G. Bastian (Bagas)
                          Laudya C. Bella (Risa)
                          Reza Rahardian (Bimo)

KOPI (Koalisi Online Pesona Indonesia) Firstscreening film TALAK 3 bertempat di MD Tower bersama salah satu pemain yang hadir, Vino G. Bastian, produser Karan Mahtani, dan sang sutradara Hanung Brahmantyo.

Film produksi MD Picture ini bergenre romantik komedi. Vino, yang berperan sebagai Bagas dalam film ini mengatakan bahwa alasan bekerjasama dengan MD Entertainment adalah karena Vino sendiri belum paham apa itu TALAK 3.

Sharing film TALAK 3, Vino memaparkan tentang fenomena hubungan dalam pernikahan. Memulai untuk menikah itu mudah, akan tetapi mempertahankan pernikahan itu yang tidak mudah. Melihat kepada pasangan muda yang masih emosiaonal ini sangat mudah untuk menjatuhkan talak.

Karan, dalam film TALAK 3 ini menyampaikan bahwa menjatuhkan TALAK itu tidak mudah. Film bersetting di Yogyakarta karena ada beberapa lokasi yang tidak ada di Jakarta.

Hanung, menggarap film ini untuk penonton. Film ini tidak berbicara dakwah.

Beberapa pesan yang ingin disampaikan oleh Hanung adalah:
  1. Berbicara tentang hukum laki-laki ketika ‘mengatakan’ TALAK.

 “Hati-hati kamu laki-laki punya mulut, ketika kamu ucapkan TALAK kepada istrimu, kepada     pasanganmu, Talak 3 itu harga mati”, tutur Hanung.

  1. 2.      Berbicara tentang bagaimana Islam melindungi perempuan yang ditalak.

Ketika dikonfirmasi tentang genre film ini, Hanung mengatakan bahwa film ini bukan bergenre religi, tetapi bergenre romantik komedi. Bukan mengkomedikan Agama. Kenapa TALAK 3 ? ini adalah hukum TALAK 3 bagi laki-laki yang mengatakan Talak 3 kepada pasangannya. Film ini mengisahkan tentang seorang pasangan yang memaksakan untuk ‘balikan’ (kembalik rujuk) setelah bercerai.

Remember !!! Tonton dulu film ini donk baru kasih masukan ya... :)
                                              foto oleh : Ka Arul

Salam KOPI
Ielzha Isnawati

Selasa, 15 Desember 2015

Islam adalah agama yang damai; Gala Premier Bulan Terbelah di Langit Amerika


Antusiasme penonton pecah di XXI Epicentrum, Kuningan. Gala premier film Bulan Terbelah di Langit Amerika 15 Desember 2015 ini dihadiri oleh KH.Amin Rais beserta beberapa jajaran kementerian. Tak hanya itu, hadir di riuhnya penonton yaitu pemain film, crew, sutradara, produser dan pihak-pihak yang mendukung film Bulan Terbelah di Langit Amerika ini. selain itu, XXI Epicentrum ini juga dipenuhi dengan rekan-rekan wartawan yang meliput acara gala premier film ini.

Headline News yang santer diungkapkan dalam film ini adalah ‘Apakah dunia akan lebih baik tanpa Islam?’

Film ini tidak hanya menyorot tentang tragedi 119 di New York yang menjadikan perdamaian antar umat beragama menjadi terbelah.

Pelajaran yang sangat penting bahwa Islam adalah perdamaian. Jika dunia tanpa Islam, maka tidak akan ada kedamaian di dunia ini.

Hanum yang ditugaskan oleh atasannya dari salah satu media untuk menulis artikel tentang  ‘Apakah dunia akan lebih baik tanpa Islam?’, ia harus menemui seorang narasumber di New York, Azima Hussein, salah satu dari keluarga korban WTC 2001. Akan tetapi Azima tidak percaya lagi dengan media atas pemberitaan mengenai dirinya. Atas penolakannya untuk diwawancarai ini, Hanum harus berusaha keras untuk meyakinkan Azima bahwa ia bukan hanya sekadar melakukan wawancara demi memenuhi tugas dari atasannya, tetapi ia melakukan dengan sepenuh hati karena ia ingin menyampaikan pada dunia bahwa Islam adalah agama perdamaian. Islam yang mereka ‘sangkakan’ bukanlah Islam yang sebenarnya.

Di tengah hiruk pikuk kota New York, Hanum bertemu dengan beberapa Ekstrimisphobia pasca tragedi WTC, ia berusaha meyakinkan bahwa Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin. Bahwa Islam bukanlah agama yang memecahbelahkan.

Tekanan yang sangat keras dirasakan oleh keluarga Hussein yang dituduh seorang teroris. Bahkan Azima, Isteri Hussein, sempat putus asa dan sempat mengalami krisis kepercayaan terhadap Islam, agama yang ia jadikan pegangan setelah ia memutuskan menjadi muallaf. Bahkan ia mengganti namanya dan melepas jilbabnya.

Konflik kemudian menemukan titik temu dari keterangan seorang philantropi Mr. Philipus Brown. Ia mengatakan bahwa Dunia tidak akan lebih baik tanpa Islam. Ketika tragedi 119, ia sadar mengenai satu hal bahwa Islam adalah agama yang damai, adil dan ramah. Ia menyaksikan bahwa seorang Hussein menyelamatkan seorang korban dan mempertaruhkan nyawanya demi membantu orang lain dan satu-satunya saksi bahwa hussein bukanlah seorang teroris.

Film yang berdurasi kurang lebih 120 menit ini mampu menghipnotis penontonnya untuk memperhatikan rangkaian adegan dalam film tersebut. Kesan bahwa film ini luar biasa karena bukan sekadar film drama religi. Ia tampil membawa pandangan baru mengenai Islam yang sebenarnya.
Film yang berusaha menyatukan kembali bulan yang terbelah karena ulah tangan-tangan yang tidak berIslam secara Kaffah.

Sangat disayangkan jika film ini dilewatkan. Karena film ini dapat membuka pandangan dan cakrawala mengenai dunia di belahan lain.

Nah, apakah anda tidak ingin berbagi cerita seperti yang saya tuliskan? Silahkan ditonton di bioskop tanggal 17 Desember 2015 kemudian tuliskan sendiri bagaimana kisah dalam film itu dapat diungkapkan dengan kata-kata.

Big Thanks to KOPI

Ielzha Isnawati

Selasa, 08 Desember 2015

NGOPI Novel 'Bulan Terbelah di Langit Amerika' bersama Hanum S. Rais

                                                             Foto oleh : Arul
Ngopi adalah istilah yang digunakan oleh KOPI-kers untuk menggelar diskusi-diskusi dan duduk bersama membahas seputar Pesona Indonesia. Seperti pada hari Kamis, 3 Desember 2015 KOPI mengadakan ‘Ngopi Sinema’ tentang film ‘Bulan terbelah di Langit Amerika’ yang dihadiri oleh Yoen K dan Acha Septriasa. Dalam pertemuan itu, Yoen K dan Acha membahas seputar film ‘Bulan Terbbelah di Langit Amerika’ yang akan tayang di bioskop tanggal 17 Desember 2015.

Setelah Ngopi Sinema bersama Yoen K dan Acha, KOPI-kers kembali menggelar Ngopi Novel bersama penulis novel ‘Bulan Terbelah di Langit Amerika’, Hanum Salsabiela Rais. Lebih lengkap rasanya setelah ‘Ngobrol’ mengenai filmnya kemudian dilanjutkan dengan sudut pandang dari penulisnya sendiri tentang cerita novel yang akan difilmkan tersebut walaupun dalam waktu yang berbeda akan tetapi di tempat yang sama, yaitu bertempat di Kantor Kabarindo.

Ngobrol ini diawali dengan diskusi mengenai ‘Premis’. Premis merupakan garis besar dalam sebuah cerita. Ka Arul mengatakan bahwa Premis Film itu berkaitan dengan ‘Pesan moralnya apa?’. Kemudian disambung oleh Ka Aida, novelis, mengatakan “Premis Novel itu berkaitan dengan siapa tokoh utamanya?, apa masalahnya? Lalu kemudian bagaimana menyelesaikan masalahnya?.”

Di tengah keasyikan ‘ngobrol’, Hadir novelis cantik Ka Hanum Rais yang siap ‘Ngobrol’ mengenai novelnya ‘Bulan Terbelah di Langit Amerika’. Diawali dengan perjalanan pribadinya menuju langit Eropa, ia menuliska karya pertamanya ‘Menapaki Jejak Amin Rais, lalu kemudian disusul dengan ’99 Cahaya di Langit Eropa’ yang di filmkan dengan judul yang sama dan yang akan tayang 17 Desember 2015 mendatang adalah ‘Bulan Terbelah di Langit Amerika’ yang diadaptasi dari novel Ka Hanum Rais dengan judul yang sama.
                                                        Foto oleh : Arul

Mengenai fenomena Islamphobia di Amerika sendiri, Ka Hanum mengatakan bahwa ia lebih setuju menyebutkannya dengan Ekstrimisphobia. ‘Mereka’ (para ekstrimis) ini belum mengetahui apa yang sebenarnya disampaikan oleh Al-Qur’an dan Hadis. Melalui novelnya, Ka Hanum Rais ini berusaha untuk memperbaiki citra Islam di mata ‘mereka’. Dengan penyampaian yang sangat rasional dalam novel-novelnya, lebih mudah untuk dimengerti oleh non-muslim sekaligus.

Ekstrimisphobia ini dirasakan sendiri oleh Ka Hanum ketika satu instansi yang menerimanya  bekerja memberikan pilihan untuk melepas jilbab. ‘Karena ini adalah lembaga sekuler, jadi kami tidak boleh menampilkan simbol-simbol keagamaan di sini’, alasan yang disampaikan oleh instansi itu.
Motivasi awal dalam menulis novel ini adalah sebagai media dakwah Ka Hanum Rais. “Saya ingin berdakwah dalam menulis”, kalimat yang diucapkan dengan kesungguhan oleh wanita cantik yang memiliki pribadi  lembut dan murah senyum ini.

‘Seseorang harus bisa mengidentifikasikan passionnya sejak dini’, tuturnya. Ternyata, Ka Hanum ini adalah seorang dokter gigi. Akan tetapi karena passionnya dari awal adalah di bidang media, beliau merasa lebih nyaman dengan dunia yang digeluti saat ini (khususnya di bidang kepenulisan).

Ketika disinggung mengenai akting Acha yang memerankan pribadi ‘Hanum’ dalam film ‘Bulan Terbelah di Langit Amerika’ dan sebelumnya yaitu ’99 Cahaya di Langit Eropa’, ia mengaku sangat puas dan menghargai kesungguhan Acha dalam berakting memerankan dirinya. Terbukti bahwa Acha digandeng lagi film keduanya ini.


Selain bergelut di dunia kepenulisan, (Novel khususnya), Isteri dari Rangga Halmahendra ini memiliki stasiun televisi yang dikelolanya di Yogyakarta bernama ADiTv. Ia berharap Arah Dunia Tv ini menjadi kiblat dunia pertelevisian nantinya.


Salam KOPI
Ielzha Isnawati N.A

Jumat, 04 Desember 2015

Bulan Terbelah di Langit Amerika



Setelah sukses dengan film 99 Cahaya di Langit Eropa, Maxima Picture kembali menghebohkan dunia perfilman dengan menghadirkan Bulan Terbelah di Langit Amerika. Film ini diadaptasi dari novel dengan judul yang sama karya Hanum S Rais dan Rangga Almahendra. Isu Islamphobia santer bergaung  pasca tragedi bom WTC tahun 2001. Film ini bersetting di New York dengan menghadirkan isu-isu kontroversial mengenai agama khususnya Islam dan kemanusiaan. Bulan yang terbelah adalah tafsir mengenai terpecahnya perdamaian antara masyarakat Amerika Serikat dengan kaum Muslim pasca tragedi 9/11.

Film ini bercerita tentang Hanum (Acha Septriasa) sebagai istri Rangga (Abimana Asyasatya). Hanum adalah seorang jurnalis sebuah koran lokal di Wina, Austria, yang ditugaskan meliput peringatan tragedi 9/11 di New York. Di sisi lain, Rangga yang sedang menempuh pendidikan S3 di Wina, diharuskan oleh profesornya untuk mewawancarai seorang filantropi pasca tragedi 9/11.

Apa jadinya dunia tanpa Islam ? Apakah dunia akan lebih baik tanpa Islam ?

Dengan disutradarai oleh Rizal Mantovani dan diproduseri oleh Ody Mulya Hidayat, film ini mencoba untuk menyampaikan pesan perdamaian dan toleransi agama Islam di New York untuk mengembalikan citra Islam di negeri Paman Sam. Acha SeptriasaNino FernandezAbimana AryasatyaRianti Cartwright dipercaya untuk memerankan film ini. 


Apa jawaban anda tentang pertanyaan ini? Yuk jangan sampai terlewat tanggal 17 Desember 2015 di bioskop terdekat ! Selamat menyaksikan, lalu berikan komentarnya ya...

Salam KOPI
Ielzha isnawati